BIOGRAFI KH MUHAMMAD HASAN BISRI


BIOGRAFI K.H. MUHAMMAD HASAN BISRI


Muhammad Hasan Bisri. Beliau dilahirkan di Leuwigajah (dulunya merupakan sebuah desa kecil yang sekarang menjadi salah satu kelurahan di Kota Cimahi) pada tanggal 3 April 1938 dari pasangan Bapak H M Suadi dan Ibu H Saptinah.  Saat itu orang tua beliau mendapati kesedihan di beberapa hari menuju kelahirannya, yakni Ayahnya saat itu dituduh telah melakukan kecurangan di tempat pekerjaannya, sehingga hendak dihukum. Ayahnya berpesan kepada Ibunya, apabila lahir seorang anak laki-laki agar diberi nama Mamid, dan apabila perempuan diberi nama Acah. Ternyata orang yang menuduh Ayahnya tersebut tertangkap di Cianjur tiga hari sebelum ia dihukum, sehingga Ayahnya bebas dari hukuman. Kemudian lahirlah seorang anak laki-laki yang memiliki dua orang kakak dan seorang adik (kedua kakaknya telah meninggal dunia yakni Bapak H Mamad dan Ibu Hj Suwarsih, sementara adiknya Hj Siti Romlah tinggal berdekatan dengan beliau saat ini). Akhirnya anak laki-laki tersebut diberi nama Muhammad Hasan Bisri oleh Gurunya sendiri, yaitu H Ahmad Dasuki. Bis itu memiliki arti hampir celaka, sementara Bisri itu merupakan nama seorang Ulama Masyhur yang mengarang kitab. Harapan seorang Guru memberi nama demikian kepada muridnya agar akhlak muridnya seperti Ulama yang memiliki nama itu.

Saat Hasan Bisri masih kecil, beliau telah aktif mondok di Masjid dan belajar kepada Gurunya, H Ahmad Dasuki. Sepanjang hari beliau habiskan untuk mengaji, hingga tidur pun di Masjid. Beliau hanya pulang ke rumah saat akan pergi ke sekolah saja untuk mandi dan berganti pakaian. Saat itu beliau bersekolah di Sekolah Rakyat Leuwigajah yang sekarang berganti nama menjadi Sekolah Dasar Negeri Mandiri 1 pada tahun 1947 dan lulus pada tahun 1953-1954. Setelah pulang sekolah, beliau pergi ke padang rumput untuk menyabit rumput karena memiliki hewan ternak domba (warga pada saat itu memang kebanyakan berprofesi sebagai peternak). Kemudian beliau melanjutkan sekolah SMI (Sekolah Menengah Islam) di Pojok, Cimahi hingga tahun 1957 (SMI yang sekarang tingkatnya setara dengan SMP/MTs). Kemudian pada tahun 1957, beliau melanjutkan sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama) di Bandung, Jalan Patuha, Palasari. Pada zaman dahulu kendaraan masih sangat jarang, sehingga waktu yang ditempuh dari rumah menuju ke sekolah cukup lama, yaitu sekitar satu jam menggunakan sepeda. Dengan niatnya yang gigih dan tekun, akhirnya beliau lulus pada tahun 1961. Guru PGA beliau pada saat itu yakni Bapak Wardani, Bapak Maqbul, Bapak Somantri, Ibu Sadiarsih, Ibu Anglena, dsb.

Belajar memang tak pernah mengenal usia. Meskipun sudah lulus sekolah dan beranjak dewasa, Hasan Bisri tetap mengaji dan berguru kepada H Ahmad Dasuki. Beliau yang selalu haus akan ilmu selalu mengaji kepada siapa saja dan kapan saja, baik ilmu agama maupun ilmu kehidupan. Beliau dikenal sebagai orang yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang luhur. Katanya, seringkali beliau tertidur saat mengaji karena kelelahan, akan tetapi hati dan telinganya tak pernah tidur. Buktinya saat terbangun beliau tahu apa yang disampaikan oleh Gurunya saat beliau tertidur.

Setelah lulus PGA, sambil menunggu tugas mengajar, beliau bekerja sebagai kuli bangunan selama 1,5 tahun.  Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1962, beliau diangkat menjadi PNS, ditugaskan menjadi guru agama di SD Leuwigajah 3 hingga tahun 1968. Pada tahun 1968, beliau pindah ke MTs Nurul Falah (saat ini menjadi MTs  Negeri Kota Cimahi) hingga bulan April tahun 1998.


AWAL MULA BERTEMU DENGAN SANG ISTRI
Di masa mudanya, Hasan Bisri sangat aktif berkegiatan sosial di masyarakat. Salah satu yang dilakukannya pada saat itu adalah membuka madrasah Bustanul Urfan di daerah Cibogo. Beliau juga membuka madrasah Unwanul Falah di daerah Utama sekaligus menjadi Guru Ngaji. Seorang santriwati yang bernama Robiah aktif mengaji di madrasahnya dan menjadi salah seorang muridnya pada saat itu. Kebetulan jarak antara rumah santriwati dengan madrasahnya cukup dekat. Ternyata muridnya itu lah yang hingga saat ini menemani masa tuanya, yang saat ini menjadi Ibu dari anak-anaknya. Seorang Guru berjodoh dengan muridnya. Akhirnya Hasan Bisri menikahi Robiatul Adawiyah, putri dari Bapak H M Kalyubi dan Ibu Rd Hj Lasminingrat pada tanggal 25 September 1965, lima hari sebelum tragedi G30SPK-I.

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai 10 orang anak, 5 laki-laki dan 5 perempuan. Untuk menambah penghasilan, beliau bertani dan berkebun. Meskipun Hasan Bisri dan istrinya mengalami kesulitan karena harus menghidupi anaknya yang banyak, akan tetapi kesulitan itu mereka atasi dengan ketabahan hati dan kesabaran. Waktu pagi beliau gunakan untuk mengajar, waktu siang beliau gunakan untuk berkebun dan berternak, sementara sorenya beliau gunakan untuk mengajar ngaji di Masjid Al Idris kelurahan Utama yang merupakan masjid Kakeknya.

Pada tahun 1984, rumah beliau dan mertuanya tergusur oleh pembangunan Jalan Tol Padaleunyi, hingga terpaksa mereka pindah ke Leuwigajah, Cisalak pada awal tahun 1985. Akhirnya beliau dapat mendirikan rumah sehingga istri dan anak-anaknya dapat terhindar dari panas dan hujan. Pada Tahun 1987, beliau membuka Majlis Ta’lim Al Ihsan yang bangunannya kokoh berdiri di sekitar rumahnya. Hingga saat ini,Yayasan Pendidikan Al Ihsan memiliki murid/santri sebanyak 50 orang, dan beliau menjadi Penasehat. Adapun pengajarnya sendiri merupakan anak-anaknya dari generasi ke generasi, yakni Asep, Ahmad, Agus, dan Eulis (Almh). Saat ini tugas mengajar tersebut dilanjutkan oleh Idris, Neneng, Aisah, dan tentunya oleh istrinya sendiri. Pada majlis ta’lim tersebut diadakan berbagai kegiatan, mulai dari pengajian rutinan, privat Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Al-Qur’an, dsb.

Selain menjadi Guru Agama, beliau juga ditugaskan menjadi guru IPA karena di sekolahnya kekurangan tenaga pendidik, sehingga beliau merangkap tugas menjadi Guru Tauhid dan Guru IPA. Karena latar belakangnya Pendidikan Agama, maka beliau harus berkali-kali mengikuti penataran agar memiliki kompetensi menjadi guru IPA. Pada tahun 1980, beliau mengikuti penataran IPA di Jakarta. Tahun 1996, beliau juga mengikuti penataran IPA di Cisarua Bogor. Daerah lain yang menjadi tempat penataran beliau yakni Soreang pada tahun 1982. Jabatan yang beliau emban selain menjadi Guru Agama pada saa itu adalah menjadi Wali Kelas, Ketua Bidang Kesiswaan, Ketua Bidang Pelajaran IPA, dan Wakil Kepala Bidang IV (Kurikulum). Beliau juga pernah menjadi Ketua RW 04 pada tahun 1987 hingga 1998 di Desa Cisalak. Di tingkat kelurahan pun, beliau menjabat sebagai Ketua Bidang Keagamaan pada tahun 1990-1996. Pada tahun 1990, beliau bersama istrinya pergi ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji dan umroh, sehingga warga sekitar menyebutnya Pak Haji dan Bu Haji. Pada tahun 1998, beliau pensiun dari pekerjaannya sebagai seorang PNS di MTs Sukasari dan menikmati masa tuanya bersama istri, anak-menantu, dan cucu-cucunya.

KEGIATAN SETELAH PENSIUN


Kegiatan yang sampai saat ini tak pernah beliau tinggalkan adalah melaksanakan ibadah shalat berjama’ah di Masjid. Meskipun dalam keadaan sakit dan cuaca sedang hujan, beliau tak pernah absen dari kehadirannya di Masjid lima waktu dalam sehari. Kegiatan saat ini yang dilakoni beliau adalah menjadi pembimbing di majelis ta’lim, anggota DKM Masjid Jami At-Taqwa, Imam shalat jum’at, dsb. Beliau juga dipercaya sebagai pemimpin pada acara-acara keagamaan yakni tahlil, syukuran, maupun  pengurusan jenazah di lingkungan sekitar. Beliau juga seringkali menjadi perwakilan mempelai pria pada saat seserahan pernikahan. Adakalanya beliau juga menjadi perwakilan mempelai wanita untuk menerima tamu acara pernikahan. Dari berbagai kegiatan tersebut, ternyata beliau masih aktif bersosial di lingkungannya meskipun usianya telah senja, sehingga tak salah apabila beliau dipercaya sebagai tokoh masyarakat oleh warga sekitar, dijadikan sebagai tempat solusi bagi warga yang mengalami masalah.

Hingga saat ini beliau masih diberikan kesehatan pada usianya yang mencapai 80 tahun. Hampir setiap hari beliau memperbaiki alat elektronik dan furnitur yang rusak, atau menata tanaman di taman depan rumah, karena sejak dulu beliau memang tidak terbiasa untuk duduk berdiam diri sepanjang hari. Kita do’akan semoga beliau tetap sehat dan diberikah keberkahan dan panjang usia. Aamiin.

Komentar

  1. Barokalloh untuk bapak.dan untuk yg telah menulis.

    BalasHapus
  2. Sedih..😢😢😢😢
    can bisa mulang tarima ka sepuh..
    Mudah2an salawasna istiqomah dina iman islamna.
    Di sehatkeun jasmani sinareng rohanina
    Disalametkeun di dunya miwah akheratna.

    Aamiin..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHAP-TAHAP EDITING

Macam-macam Rasa Cinta (Mahabbah)